Terastangerang.com—Protes para penggarap di Kp. Kebon Kopi Desa Pengasinan, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor atas pemagaran lahan 18,5 Hektar oleh pihak PT. Natura City Development Tbk terus berlanjut.
Kali ini, pihak kuasa hukum para petani penggarap dan sejumlah pegawai lapangan PT Natura yang hendak melakukan pemagaran di lokasi RT04 RW07 pada Kamis, 08 Agustus 2024 bersitegang. Kedua belah pihak saling adu argument. Cekcok adu mulut pun tak terhindarkan.
Pantauan media ini dilapangan, proses musyawarah antara para petani penggarap melalui kuasa hukumnya dengan pihak PT. Natura City nampak mengalami kebuntuan. Akibatnya, potensi terjadinya bentrok fisik pun sulit dihindari. Ditambah lagi dengan ketidakhadiran aparat keamanan baik dari Polsek maupun Koramil Gunung Sindur guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dilapangan.
Terjadinya kekisruhan dan saling klaim antara petani penggarap dan pekerja lapangan, Ketua LSM KIPAR (Komite Independen Penyalur Aspirasi Rakyat), Roni R Tualeka yang berada di pihak penggarap menegaskan bahwa sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk menghentikan sementara pemagaran.
“Sebelumnya, kita sudah ketemu dengan Pak Widodo untuk menghentikan pemberlinan (pagar beton). Kesepakatannya mereka akan memusyawarahkan dengan pimpinannya. Tadi kita tanyakan, katanya berdasarkan perintah dari pimpinan PT. Natura, pemagaran ini tetap berjalan. Tapi kita tetap akan bertahan,” kata Roni yang juga menjadi Kuasa Ahli Waris tanah milik Almarhumah Ny. R.a Emmy Ningtiyas De Groot yang digarap langsung oleh warga Kp. Kebon Kopi Desa Pengasinan berdasarkan Ex. Eigendom Verponding No. 206.
Sampai sekarang, sambung Roni, legal standing Pihak PT Natura atas lahan 18,5 hektare pun masih belum jelas dan tidak pernah ditunjukkan.
“Masa mereka datang ke lokasi tidak bawa data. Hanya surat tugas. Kasian para pekerja-pekerja ini. Saya bilang jangan pemberlinan dulu. Siapa yang bertanggung jawab dari pihak Natura. Tapi tidak ada yang mau, malah lempar sana-lempar sini.
“Mereka katanya ngaku dari pihak legal bukan penentu kebijakan yang memutuskan. Ini seakan akan lempar batu sembunyi tangan,” tambahnya.
Roni mengklaim bahwa kedatangannya ditempat tersebut tidak lain untuk membela masyarakat penggarap karena hasil perkebunan mereka tidak ada kompensasi sama sekali. hanya penggantian uang pupuk.
“Kalau dari PT Natura mau ,menggantikan kerohiman kepada warga sesuai permintaan warga, saya rasa selesai,” pungkasnya.
Menanggapi kekisruhan yang terjadi dilapangan, pihak PT. Natura City melalui Widodo yang mengaku bagian legalnya saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pemasangan tembok pagar tersebut berdasarkan instruksi pimpinannya.
“Silahkan gugat saja. Kalau memang mereka (warga) punya legal standing silahkan ke pengadilan,” ungkap Widodo.
Ketika ditanya, kenapa tidak menyelesaikan proses hukum terlebih dahulu sebelum eksekusi lapangan, Widodo menjelaskan, bahwa proses di pengadilan memakan waktu lama.
“Kita di pengadilan itu tau sendiri kan, tidak sebulan dua bulan. Nanti kalau ada persoalan hukum lain ya diselesaikan. kalau diputus pengadilan mereka yang punya hak ya sudah,” tandasnya.
Terkait aksi pemagaran, Widodo juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti untuk melakukan pemagaran di atas lahan seluas 18,5 hektar tersebut hingga selesai. (mln)