PBG Belum Dikantongi, Proyek Klaster Tetap Berjalan. Apa Sanksinya?

Avatar
PBG Belum Dikantongi, Proyek Klaster Tetap Berjalan. Apa Sanksinya?

Terastangerang.com—Usaha sektor property di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kini kian menjamur. Meski begitu, masih ada pengembang klaster yang abai terhadap proteksi Pemkot Tangsel kepada konsumen melaui Perwal 89 Tahun 2022 terkait Perencanaan, Pembangunan serta Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Perumahan Skala Kecil Mandiri.

Salah satu pengamat dan penggiat bidang property, Edi Ma’ruf kepada terastangerang.com, mengungkapkan bahwa konsumen harus ekstra hati-hati dalam menentukan pilihannya untuk membeli sebuah rumah.

Menurutnya ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh konsumen dalam membeli unit rumah agar tidak bermasalah, diantaranya; sebelum, menjatuhkan pilihan sebaiknya cek terlebih dulu legalitas perumahan tersebut. Dan, pastikan unit rumah sudah memiliki legalitas seperti : SHM ( Sertifikat Hak Milik ), IMB sekarang PBG (persetujuan bangunan gedung) dan PBB ( pecah perkavling/unit).

“Sekarang ini banyak pengembang klaster yang mengakali. Perizinan PBG masih dalam proses. Tapi proyek terus berjalan,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Mungkin pihak perbankan juga harus tahu bahwa ada peraturan yang harus diikuti. Jika developer sudah melakukan akad tapi menyalahi peraturan sebaiknya harus berhati-hati.

“Pihak perbankan belum tentu tahu. Dipikirnya, cukup dengan SHM yang dikasih unjuk, sementara IMB sedang dalam proses dan ada surat keterangannya. Jika ada peersoalan, kalau sudah kerjasama sebagai jaminannya maka sertifikat akan dipegang oleh pihak Bank,” tambahnya.

Edi manambahkan, bagi para pengembang klaster, sebaiknya cari aman. Jangan sampai ditengah perjalanan malah mentok karena terbentur peraturan. Hingga proses pembangunan menjadi mangkrak.

Menurutnya, peraturan di setiap daerah tentu berbeda. Contohnya di Tangsel ada Perwal 89 Tahun 2022 tentang perumahan klaster. Itu pun harus dipahami oleh pihak perbankan.

Jika sudah ada akad, sementara pengembang belum memenuhi berbagai persyaratan yang ada di peraturan tersebut. Maka harus lebih berhati-hati. Karena peraturan harus di taati bukan untuk di langgar.

“Pihak bank harus update terkait perkembangan di setiap daerah. Contoh di Depok banyak perubahan-perubahan. Perumahan skala kecil mandiri hanya bahasa halus, itu kan klaster. Saya menyarankan kalau cuma membangun 15 unit tidak usah memaksakan diri.

Jika ngga punya modal, sebaiknya selesaikan terlebih dulu legalitasnya. Di pecah sertifikatnya, PBG nya di pecah. Jangan dibangun dulu. Jangan sampai ditengah perjalanan sudah membangun sekian unit tapi tertahan dengan peraturan yang ada di Pemda. Akhirnya jadi rugi.

Kalau sudah mentok, itulah yang terkadang mereka menyiasati peraturan. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar tidak kena sanksi penyegelan atau penghentian sementara,” pungkasnya.

(mln)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *