Literasi Keterbukaan Informasi

Sri Mulyo
Literasi Keterbukaan Informasi

Literasi Keterbukaan Informasi

Oleh : Zulpikar

Pengurus Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Tangerang.

Di Indonesia pasca Reformasi Tahun 1998, pemerintahan yang terbuka telah berjalan dengan baik. Setidaknya Indikator tersebut terlihat dengan adanya pelayanan informasi di seluruh organisasi perangkat pemerintahan dari pusat hingga daerah bahkan hingga ke level paling bawah.

[bacajuga berdasarkan="category" judul="Baca Juga:" mulaipos="0" jumlah="1"]

Namun demikian, memahami undang undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik terkait pelaksanaan teknis bagi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) harus terus disosialisasikan. Dan tidak kalah penting juga sosialisasi tentang kemampuan literasi informasi bagi badan publik juga bagi masyarakat luas.

Kemampuan literasi informasi sangat penting karena pesatnya kemajuan teknologi. Adanya ledakan informasi menuntut kemampuan masyarakat untuk menemukan dan mengunakan informasi secara efektif dan bermanfaat.

Miliaran informasi yang tersedia membuat pencari dan pengguna informasi kebingungan untuk mendapatkan informasi yang relevan.

[bacajuga berdasarkan="category" judul="Baca Juga:" mulaipos="1" jumlah="1"]

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era digital yang semakin dinamis dan pesat saat ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi kita semua.

Karenanya badan publik diharapkan terus meningkatkan tersedianya Informasi publik masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami, menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Juga membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi.

Ilyas Baharuddin dalam tulisannya di (https://panturanews.com/index.php/panturanews/baca/260985) : Informasi yang beredar terkadang dianggap menjadi sebuah fakta tanpa melihat data informasi dan fakta obyektif yang sesungguhnya, fenomena tersebut dinamakan : Post-Trut, bagaimana sebuah fakta objektif cenderung kurang berpengaruh untuk membentuk opini publik dalam perkembangannya.

Istilah Post-Trut menjadi semakin populer ketika para penyunting kamus Oxford menjadikannya sebagai Word of the year tahun 2016, era ini di sebut sebagai pergeseran “social spesifik” yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini, masyarakat cenderung mencari pembenaran ketimbang kebenaran sehingga sulit untuk membedakan antara fakta dengan opini, fakta dengan non fakta, dan fakta dengan fakta alternatif. Kondisi ini menyebabkan munculnya disinformasi melalui media baru.

Peran media baru dalam perkembangan Post-Trut adalah sebuah implikasi pemanfaatan media yang tidak tepat, bagaimana digitalisasi telah mampu menciptakan sebuah realita sesuai dengan agenda seting kepentingan kelompok. Dalam perkembangan digital di era Post-Trut memberi dampak pada cara khalayak untuk memperoleh dan memahami informasi.

Untuk kepentingan keterbukaan informasi publik yang selaras dengan Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2008 dan juga dalam rangka sehatnya mekanisme memperoleh serta penyebarluasan Informasi Publik, Literasi Informasi harus selalu digalakkan oleh semua stakeholder di negeri kita tercinta ini, semoga tulisan yang pendek dan sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.***

Pos terkait