Terastangerang.com, Tigaraksa, – Infeksi paru-paru merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat berdampak serius pada kualitas hidup seseorang.
Salah satu faktor yang sering diabaikan dalam penyebab infeksi paru-paru adalah perokok pasif, yakni seseorang yang dapat terpapar asap rokok meskipun mereka tidak merokok.
Paparan ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan termasuk infeksi paru-paru, karena paparan asap rokok dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan membuat saluran pernapasan lebih rentan terhadap infeksi.
Hal ini lah yang dialami oleh Ranto Tyson (23) warga Kabupaten Tangerang yang merasakan infeksi paru-paru pada tahun 2018 silam.
“Saya bukan perokok aktif, namun saya berada pada lingkungan yang selalu merokok. Sulit rasanya menghindar, jadi mau tidak mau saya ikut menghirup asap rokok hampir setiap harinya. Saya pikir ini bukan sesuatu yang membahayakan, hingga pada akhirnya waktu itu saya mulai merasakan mual yang luar biasa saat malam hari dan juga rasa sesak di dada yang tiada hentinya. Setiap makanan apapun yang masuk ke tubuh saya selalu tidak dapat dicerna dengan baik, bahkan saya selalu muntah dan mengeluarkan darah. Keluarga saya pada saat itu sangat menghawatirkan kondisi saya, hingga saya dilarikan ke rumah sakit terdekat di daerah Tangerang untuk mendapatkan perawatan intensif,” cerita Ranto.
Pengalaman yang dilalui Ranto saat itu merupakan kali pertama bagi hidupnya. Menjadi perokok pasif ternyata merupakan masalah serius yang sering kali diabaikan bagi sebagian orang. Karena paparan asap rokok dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan paru-paru, terutama bagi anak-anak, orang tua, dan individu dengan kondisi medis tertentu.
Ranto menjelaskan dirinya dirawat inap di rumah sakit selama kurang lebih satu bulan lamanya. Tidak pernah terpikirkan oleh dirinya bahwa kebiasaan menghirup asap rokok secara tidak langsung harus membawa dirinya dirawat untuk waktu yang tidak sebentar di rumah sakit hingga menyulitkan untuk melakukan aktivitas seperti biasanya.
“Selama satu bulan saya dirawat inap, seluruh tim medis meyakinkan saya bahwa saya bisa pulih kembali selama rutin mengonsumsi obat yang telah dianjurkan oleh pihak rumah sakit. Puji syukur setelah dinyatakan membaik, saya diperbolehkan pulang dan melanjutkan rawat jalan. Hal tersebut saya lakukan hingga enam bulan lamanya sampai kondisi paru-paru saya sudah bersih total dan tidak ada gangguan infeksi lagi. Dan seluruh pengobatan yang saya lakukan semua dijamin oleh Program JKN. Saya merasa bersyukur telah terdaftar sejak awal sebagai peserta JKN, awalnya saya terdaftar sebagai tanggungan orang tua dan saat ini saya terdaftar di instansi tempat saya bekerja dengan hak kelas rawat dua,” cerita Ranto.
Pelayanan yang Ranto terima di fasilitas kesehatan sangat baik, dirinya mengaku bahwa tidak ada biaya tambahan selama menjalani pengobatan dari awal hingga kondisinya pulih.
Ranto juga menjelaskan anggapan miring masyarakat terkait Program JKN terbukti salah, Ranto merasakan sendiri bagaimana dirinya dirawat intensif dan tidak adanya diskiriminasi.
Dengan yakin, Ranto akan merekomendasikan Program JKN ke kerabat maupun keluarganya apabila ada yang belum terdaftar. Selain bersifat wajib, Program JKN ini juga sangat membantu untuk seluruh kalangan masyarakat. Karena menurutnya, tidak ada yang mengetahui kapan seseorang akan jatuh sakit, tidak terbayangkan oleh dirinya bagaimana jika tidak adanya Program JKN.
Besar harapan Ranto semoga Program JKN kedepannya dapat lebih baik lagi dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. (*)