Terastangerang.com, – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, tinggal menghitung hari, begitu juga dengan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tangerang yang kini masuk pada tahapan kampanye.
Ditengah para pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Tangerang sibuk berkampanye, sejumlah aksi demontrasi justru terus menghujani Pemerintahan Kabupaten Tangerang.
Pada tanggal 27 September 2024, aksi unjuk rasa digelar oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan terbaru muncul aksi serupa dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Tangerang bersama ratusan supir angkot yang melakukan aksi damai di depan Gedung Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk menyampaikan 3 tuntutan, pada Rabu (2/10/24).
Mereka menilai ada sejumlah persoalan yang tidak terselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang, mulai dari persoalan agraria hingga persoalan regulasi yang tidak relevan dan tidak diterapkan secara maksimal.
Untuk diketahui, aksi mahasiswa yang sempat terjadi baku hantam dengan petugas keamanan itu menyampaikan 10 tuntutan diantaranya:
1. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk berpihak kepada rakyat, bukan kepada korporasi dibalik pembangunan PIK 2.
2. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk memastikan ketersediaan akses jalan masuk ke dalam kawasan PIK 2 bagi warga yang tinggal berdekatan dengan PSN tersebut.
3. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk memastikan pembebasan lahan dengan prinsip ganti untung bagi rakyat, serta mengusut oknum yang diduga memainkan NJOP di bawah rata-rata untuk pengadaan lahan PIK 2 yang merugikan rakyat pemilik tanah.
4. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk mengkonsolidasikan dengan BPN, Kepolisian dan instansi lain terkait guna memberantas mafia tanah di Kabupaten Tangerang secara terbuka dan dapat disaksikan oleh publik.
5. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk mengevaluasi Balai Penyuluh Pertanian.
6. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk memastikan terpenuhinya hak asasi petani seperti perlindungan dan pemberdayaan.
7. Mendesak DPRD Kabupaten Tangerang untuk memberikan rekomendasi kepada instansi terkait agar segera melakukan tindakan terhadap Irigasi di Kabupaten Tangerang yang tidak berfungsi baik karena force majeur, kebutuhan normalisasi dan membuat alternatif sementara untuk memenuhi kebutuhan air dari petani.
8. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk melindungi sawah produktif dan LP2B serta hutan mangrove dari keganasan para kapitalis untuk tidak dialih fungsi.
9. Menuntut Pj Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang untuk mempermudah perizinan dan menjamin harga komoditas yang stabil dan menguntungkan bagi nelayan.
10. Mendesak DPRD Kabupaten Tangerang untuk memastikan ketersediaan informasi publik sebagai salah satu sarana pendukung untuk pembangunan sumber daya manusia dan kebutuhan hak asasi secara berkelanjutan. Apabila dalam jangka waktu tertentu Dasa Tuntutan ini tidak direalisasikan bahkan tidak dipertimbangkan, maka kami akan melakukan aksi dengan gelombang massa yang jauh lebih besar serta menuntut Pj Bupati untuk mundur dari jabatannya.
Sementara, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Tangerang bersama ratusan supir angkot yang melakukan aksi damai di gedung Bupati dan DPRD Kabupaten Tangerang menyampaikan 3 tuntutan yakni:
1.Menolak keberadaan angkutan penumpang yang tidak memiliki perizinan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.Menolak keberadaan pengangkut hasil tambang (dump truck tronton) yang beroperasi diluar ketentuan perbup nomor 12 tahun 2022.
3.Mencabut peraturan Bupati Tangerang nomor 42 tahun 2020 dan berlakukan kembali perbup nomor 77 tahun 2019 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor dalam trayek.
Dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Memed Chumaedy mengungkapkan, fenomena demonstrasi menjelang Pilkada merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang sehat selama dijalankan dalam batas-batas hukum.
Namun, potensi penyalahgunaan aksi protes untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok tertentu tetap menjadi tantangan.
Oleh karena itu, kata Memed, penting adanya penegakan hukum yang adil, media yang netral, serta kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi agar Pilkada dapat berjalan secara damai dan berintegritas.
“Fenomena demonstrasi menjelang Pilkada bukan hanya terjadi di kabupaten Tangerang saja, pun sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia, hal ini mencerminkan dinamika sosial, politik, dan hukum yang kompleks, ” kata Memed kepada terastangerang.com , Kamis (03/10/24).
Ia menjelaskan, fenomena ini dapat dilihat dari beberapa perspektif: pertama dinamika Sosial, kedua faktor Politik.
“Demonstrasi menjelang Pilkada sering kali dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap beberapa isu, seperti kinerja pemerintah daerah, isu sosial-ekonomi dan Polarisasi politik,” paparnya.
Menurutnya, masyarakat mungkin merasa bahwa pemerintah daerah yang berkuasa tidak memenuhi ekspektasi mereka atau gagal dalam mewujudkan janji-janji kampanye sebelumnya.
Ketimpangan sosial, pengangguran, atau akses terhadap layanan publik sering menjadi pemicu munculnya aksi protes.
“Menjelang Pilkada, masyarakat cenderung terbelah dalam mendukung kandidat tertentu, yang terkadang menyebabkan meningkatnya tensi di antara kelompok yang berlawanan,” pungkasnya. (T1)

Tinggalkan Balasan